WineFoodStyle – Pagi itu seperti biasa, selalu diawali dengan upacara bendera. Aku segera menuntun sepedaku menuju parkiran yang ada di samping sekolah.
Dalam perjalan menuju ke parkiran tiba-tiba seseorang menabrakku. Aku pun jatuh tersungkur bersama dengan sepeda yang sedang aku tuntun. Namun belum sempat aku bangun dari jatuhku, orang yang menabrakku langsung berlari pergi meninggalkanku.
Orang itu meninggalkan kaleng yang didalamnya terdapat surat. Dengan segera aku pun bangkit sambil membawa kaleng yang orang itu tinggalkan.
Namun belum sempat aku membaca kertas yang ada di dalam kaleng, Yuna sahabatku memanggil karena upacara akan segera dilaksanakan. Dengan cepat aku segera memasukkan kaleng itu kedalam tas dan berlari menuju ke kelas untuk menaruh tas sekolah.
Pulang sekolah ibu mengajakku untuk berbelanja di salah satu swalayan yang ada di mall. Selesai berbelanja kami memutuskan untuk menuju ke toko baju yang ada di seberang sana.
Ketika hendak menyebrang, tiba-tiba ada seseorang yang mengendarai sepeda montor dengan pakaian serba hitam dan hampir menabrak kami.
Dengan sigap aku menarik lengan ibu hingga akhirnya kami berdua pun sama-sama terjatuh. Mendengar teriakanku beberapa orang yang ada di sekitar pun segera datang membantu.
Setelah itu, seseorang memesankan taksi untuk kami. Dalam perjalan pulang ibu memberitahuku untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapa pun. Terutama kepada ayah karena takut ayah akan khawatir.
Sesampainya di rumah, aku segera membersihkan diri lalu masuk ke dalam kamar untuk belajar. Tiba-tiba aku teringat tentang surat kaleng yang tadi aku masukkan ke dalam tas.
Dengan segera aku membuka tas sekolahku dan mengambil surat kaleng itu. Begitu membuka surat kaleng itu aku sangat terkejut. Surat tersebut bertuliskan kamu akan segera mati dengan tinta yang terbuat dari darah.
Dengan segera aku menyembunyikan surat kaleng itu, saat aku mendengar teriakan ibu memanggil untuk segera makan. Kami berempat makan bersama seperti biasa diselingi dengan candaan yang dilontarkan ayah.
Paginya ketika hendak berangkat sekolah, tiba-tiba seseorang melemparkan kaleng yang berisikan surat itu. Dengan segera aku menyembunyikan kaleng itu di dalam tas sekolahku.
Dalam perjalanan menuju ke sekolah, aku kehilangan fokus dan hampir saja menabrak mobil yang ada di depanku. Sesampainya di sekolah, Yuna menyambutku dengan gembira aku pun hanya meresponnya dengan senyuman.
Melihat responku yang tidak seperti biasa, Yuna segera mendekatiku dan menanyakan apa yang terjadi. Untung saja belum sempat aku menjawab, bel masuk sekolah sudah berdering.
Yuna pun hanya bisa mendengus dengan pasrah. Selama pelajaran pun aku sering kehilangan fokus. Yuna yang gemas melihat tingkahku ini, segera mencercaku dengan berbagai pertanyaan. Aku pun hanya menjawab bahwa aku agak sedikit tidak enak badan.
Mendengar jawabanku seperti itu, Yuna pun hanya bisa mengangguk pasrah dan memutuskan pergi ke kantin bersama dengan teman-teman lain. Ia meninggalkanku yang sejak tadi menelungkupkan kepala di meja.
Pulang dari sekolah, keadaan rumah sepi karena hari ini ada acara di sekolah Via (adikku). Sehingga kedua orang tuaku pergi ke sekolahnya.
Namun tepat di depan pintu, tiba-tiba ada sebuah kotak dengan pita bewarna pink. Dengan segera aku membawa kotak itu menuju ke dalam kamarku.
Setelah memantapkan diri, aku pun membuka kotak itu yang di dalamnya berisi boneka aneh. Boneka itu ditusuk menggunakan pisau kecil yang berlumuran darah.
Aku hanya bisa berdiam diri melihat isi kotak itu. Namun begitu aku mengangkat boneka itu, tiba-tiba saja sebuah surat terjatuh dari dalam boneka. Dengan segera aku membaca isi surat tersebut dan hanya bisa menghela napas.
Hari-hari berlalu, Yuna yang melihatku terus saja diam tidak seperti biasanya. Ia akhirnya mengajak aku dan keluargaku untuk berkemah di salah satu bukit perkemahan.
Aku pun menyetujuinya dan segera menyampaikan kabar ini kepada ayah dan ibu di rumah. Ayah, ibu, dan Via menyetujui mengikuti kemah bersama.
Sabtu pagi keluargaku dan keluarga Yuna berangkat menuju bukit perkemahan Hill’s dengan mengendarai mobil. Setelah melalui perjalanan yang panjang, siang harinya kami sampai di bukit perkemahan Hill’s.
Aku segera membantu ayah dan om Heru (ayah Yuna) menurunkan barang bawaan dari dalam bagasi mobil. Sementara ibu, Yuna dan Via sedang mencari lokasi yang cocok untuk mendirikan tenda.
Kami semua pun memustuskan untuk membangun tenda di dekat sumber mata air. Setelah selesai membangun tenda, aku dan Yuna pun pergi mencari kayu bakar untuk membuat api unggun di malam hari.
Paginya, aku dan Yuna terbangun karena mendengar suara tawa dari luar tenda. Begitu aku keluar ternyata ayah, ibu dan keluarga Yuna sedang menyiapkan sarapan. Dengan antusias, aku keluar dari tenda dan segera membantu yang lain.
Selesai sarapan, aku dan Yuna pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitas bukit perkemahan. Kami berdua berlibur dalam keadaan mengambil cuti sekolah, sehingga bukit perkemahan pun sepi.
Dalam perjalanan Yuna bertanya kepadaku tentang apa yang terjadi, mengapa sikapmu belakangan ini berbeda. Aku pun memutuskan menceritakan semuanya, mulai dari teror surat kaleng dan kotak berisi lumuran darah itu.
Yuna terkejut mendengar ceritaku, dia ingin aku menceritakan semua ini kepada kedua orang tuaku. Namun aku segera mencegahnya karena aku takut kedua orang tuaku akan khawatir.
Malam hari kami pun tidur di tenda masing-masing. Namun baru saja aku terlelap, tiba-tiba ada suara seseorang yang keluar tenda.
Dengan segera aku mengikuti orang itu, ternyata orang itu Yuna. Sepertinya dia sedang tidak bisa tidur, aku pun memanggilnya dan dia membalas sapaanku dengan lembut.
Karena belum mengantuk, Yuna memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar. Aku pun mengikutinya, tiba-tiba kami tidak sengaja menemukan sebuah gua. Karena penasaran kami pun masuk kedalam gua tersebut.
Tiba-tiba senter yang aku bawa mati dan terpaksa kami pun berjalan dalam kegelapan. Tanpa sengaja kaki Yuna menyandung sesuatu. Kami pun terjatuh bersamaan, Yuna meringis kesakitan.
Aku pun panik, dengan segera aku mencoba menyalakan lagi senter yang mati tadi. Untung saja senter itu menyala lagi, aku segera mengarahkan senter ke kaki Yuna.
Aku dan Yuna terkejut, bagaimana tidak ternyata yang menyandung kaki Yuna adalah kaki seseorang. Dengan segera aku dan Yuna berlari menjauh dari dalam gua. Namun, karena Yuna sedikit kesusahan berjalan kami pun hanya bisa berjalan tertatih-tatih.
Setelahnya sampai di depan tenda aku segera memanggil ayah untuk mengobati kaki Yuna. Untungnya ayah sedang ada di luar tenda sehingga Yuna bisa cepat diobati tanpa harus membuat keributan.
Ayah terkejut melihatku dan Yuna dalam keadaan kumuh berlumuran lumpur. Namun kami beralasan jika tadi saat berjalan-jalan Yuna tidak sengaja kepleset, sehingga kami berdua pun akhirnya jatuh.
Ayah pun mencerahmaiku dan Yuna untuk tidak keluar malam-malam, apalagi hanya berdua tanpa di temani ayah atau Om Heru.
Siang hari setelah menyelesaikan sarapan aku pun iseng berjalan-jalan menuju ke gua yang semalam. Sementara, Yuna memilih untuk berdiam diri di dalam tenda. Setelah kejadian itu Yuna dan aku sama sekali tidak berbicara.
Sampai di didepan pintu gua aku segera menyalakan senter lalu, masuk ke dalam gua. Anehnya saat aku masuk orang itu sudah tidak ada bahkan, lumuran darah yang berceceran di dalam gua pun secara ajaib juga ikut menghilang.
Aku pun segera keluar dari dalam gua dan berjalan kembali menuju tenda. Ternyata keluarga ku dan Yuna sedang membakar daging di atas panggangan, sementara Yuna duduk di depan tenda.
Melihatku yang sudah kembali dia segera memanggilku dan menyuruh untuk duduk disebelahnya. Aku pun segera menghampirinya dan duduk disebelahnya.
Melihat dia menggerakkan kakinya, aku pun bertanya “apakah kakinya sudah baik-baik saja?”. Yuna pun menjawab dengan semangat bahkan berlari-lari kecil untuk menunjukkan kakinya sudah baik-baik saja.
Malam hari setelah makan malam dengan menu daging panggang yang sudah dibuat oleh ibu dan tante Maya (ibu Yuna). Diselingi nyanyian ayah dan genjrengan gitar Om Heru.
Kami telah menyelesaikan liburan kami. Saat sudah terlelap, tiba-tiba Yuna membangunkanku untuk menemaninya buang air kecil. Aku pun segera mengambil senter yang ada di sampingku dan menyenteri jalan yang akan kita lalui.
Saat hendak kembali ke tenda, tiba-tiba ada seseorang yang menyekapku dan Yuna dari belakang. Belum sempat aku berteriak, tiba-tiba keplaku pusing karena menghirup sesuatu yang ada di sapu tangan itu. Hingga akhirnya aku tidak sadarkan diri.
Saat terbangun aku merasakan nyeri yang hebat di kepalaku, dengan perlahan aku membuka mataku. Suasana gelap yang pertama aku lihat, namun samar-samar aku mendengar suara seseorang memanggilku.
Setelah membuka mataku lebar-lebar, aku melihat Yuna dengan kaki dan tangan yang terikat. Sementara mulutnya dibungkam kain sehingga dia hanya bisa berbisik lirih.
Aku pun terkejut tempat asing apa ini. Namun begitu aku melihat kebelakang, ternyata tidak hanya aku dan Yuna saja yang disekap didalam sini. Melainkan bersama dengan anak kecil lainnya. Sebenarnya ada apa inii?!?